Tahu Sedikit Seolah Mengetahui Segalanya
- Baskhoro Dewantoro
- Jul 5, 2021
- 5 min read
“The only true wisdom is in knowing you know nothing” - Socrates.

Awal dari “Mengetahui Segalanya”
Pada 19 April 1955, seseorang bernama McArthur Wheeler merampok dua bank di Pittsburgh pada waktu matahari menyala terang. Kamera pengintai menyorot wajahnya, dia tidak menggunakan topeng - sambil memegang senjata yang mengarah kepada teller. Polisi setempat melihat footage yang tersiar di berita, beberapa saat berselang McArthur Wheeler tertangkap dengan mengatakan, “But I wore the juice,” (tapi, aku telah memakai jus).

Wheeler mengatakan ke polisi, jika dia telah menggosok jus lemon di wajahnya membuatnya invisible (tidak terlihat) di kamera CCTV. Detektif menyimpulkan bahwa dia tidaklah delusional, tidak dalam obat-obatan.
“Mengapa McArthur Wheeler percaya jika melumuri wajahnya dengan lemon dapat membuatnya tidak terlihat?” Dia telah mengujinya sebelum pencurian di bank, dia mengambil foto wajahnya berselfie dengan penuh lemon menggunakan kamera Polaroid, BENAR. TIDAK ADA FOTONYA! Fakta lainnya, dia mengatakan satu masalah sewaktu melakukan aksinya, lemon-lemon itu menyengat matanya begitu parah sehingga dia hampir tidak bisa melihat.
Cerita ini membawa ke penelitian psikologis oleh David Dunning dan Justin Kruger yang menunjukkan bahwa kita punya keterbatasan dalam menilai diri sendiri secara pasti. Buktinya kita sering melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri atau mereka yang paling kurang dalam pengetahuan dan keterampilan — paling tidak mampu mengetahui kekurangan tersebut, efek ini bernama Dunning-Kruger.
Efek Dunning-Kruger
Efek ini membuktikan bahwa banyak orang yang memperlihatkan superioritas ilusif (dia merasa kemampuannya lebih hebat daripada orang lain pada umumnya).
David Dunning bersama muridnya yang telah lulus bernama Justin Kruger, mencoba untuk bereksperimen pada penelitian ini. Mereka memberikan kuis terhadap anak-anak undergraduate psikologi, kuis itu di antara lainnya; grammar, logic and humor, lalu Dunning dan Kruger menanyakan berapa kira-kira skor yang mereka dapatkan.
Murid yang memiliki skor paling rendah mengatakan bahwa mereka adalah yang terbaik, bahkan dua orang yang berada di bawah mengestimasi jika skill mereka berada jauh di atas murid yang menduduki posisi puncak.
Dua yang berada di atas puncak pun memiliki ekspektasinya, tapi mereka menjawab penuh dengan akurasi, persepsi yang diimbangi dengan kemampuannya. Nyatanya, orang-orang yang memiliki skor tertinggi sedikit tidak yakin atas kemampuannya dari yang lain.
Efek Dunning-Kruger bertujuan untuk melihat bias kita —menilai diri kita lebih tinggi dan memiliki pola pikir bahwa kita dapat melakukan sesuatu meskipun itu di luar dari pemahaman kita. Inilah yang membawa kita menuju ke kognitif bias.
Bias Kognitif
Bias kognitif meyakinkan kita bahwa sesuatu itu nyata, bahkan dapat saja realitanya berbeda, bias kognitif melindungi kita untuk melihat realitas, membuat kita memproses informasi lebih cepat dan kata-kata cepat, BUKAN BERARTI SELALU BAGUS. Bias kognitif secara esensial adalah subjek sosial realitas.

Ketika kita tidak memiliki keahlian apa pun (paling kiri bawah) kita semua dapat mengidentifikasi bahwa kita tidak memiliki kompetensi dalam hal ini — semua orang yang rasional mungkin dapat mengenalinya.
Namun, ketika kita mendapatkan sedikit pengetahuan, ini bisa menjadi “Dangerous area”, mereka yang memiliki sedikit pengalaman, justru memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam pemahaman bahwa mereka “tahu itu”.
Saat kita mendapatkan lebih banyak pengetahuan, kepercayaan diri kita turun secara dramatis, sampai kita benar-benar memiliki pengetahuan yang mendalam maka kepercayaan diri kita kembali pulih, meski tidak setinggi pada saat kita tidak mengetahuinya.

Efek Dunning-Kruger singkatnya adalah cara bagi setiap orang untuk merasa baik di atas rata-rata secara internal karena kebanyakan dari kita sebenarnya hanyalah “rata-rata” saja. Dunning-Kruger dapat membantu menjelaskan mengapa orang yang merasa bahwa orang-orang yang mengetahui sedikit justru menjadi seperti ahli.
Vertikal adalah tingkat percaya diri dan horizontal adalah kemampuan. Pada awalnya, mereka yang mengetahui sedikit lalu seolah “mengetahui segalanya”, jika orang tersebut dapat “melihat” kesalahannya, orang tersebut perlahan berada di atas tingkat kesusahan, tetapi selama dia mempelajari maka tidak sengaja dia pun berada di tingkat expert.
Hal yang sangat menarik adalah mereka yang memiliki pengetahuan rendah cenderung menilai tingkat keterampilannya secara berlebihan. Orang tersebut terbukti susah untuk berpikir logis, dapat berada di mana saja, tata bahasa, keuangan, matematika, kecerdasan, emosi, percobaan medis di laboratorium dan bahkan permainan catur. Semua merasa bahwa keahlian mereka sebaik kemampuan para ahli profesional.
“Jadi, siapa yang paling mudah terobsesi “khayalan palsu” ini?” Sayangnya, kita semua. Kita kurang memiliki kompetensi yang tidak kita sadari. “Mengapa bisa?” Saat pertama kali psikolog Dunning dan Kruger mendeskripsikan efek ini pada 1999, mereka mengungkapkan bahwa orang yang kurang pengetahuan dan keahlian seperti mengalami, “Kutukan Ganda”.
Mereka membuat kesalahan dan mengambil keputusan yang keliru.
Rentetan kesalahan yang sama menghambat mereka untuk paham akan kelalaian.
Kata lainnya, pelaku yang buruk minim kecakapan yang sangat dibutuhkan untuk mengetahui betapa “tidak terasa” jika berada di dalam “penjara tersebut”. *Sama seperti penulis blog ini, mungkin.
Beragam perdebatan kita mendengar, mulai dari bentuk bumi flat vs round; atau orang yang belajar climate change dalam satu jam dari Wikipedia merasa bahwa dia adalah orang yang telah mempelajari segalanya, bahkan mungkin percaya dapat menggantikan posisi Greta Thunberg.
Efek Dunning-Kruger bukanlah masalah egoisme yang membutakan mata kita untuk melihat kekurangan diri. Orang biasanya mengakui kekurangannya sendiri ketika mereka mengetahuinya.
Mungkin itulah sebabnya, orang dengan pengalaman atau keahlian rata-rata sering kurang percaya diri pada kemampuannya sendiri. Mereka cukup mengetahui bahwa ada banyak hal yang mereka tidak ketahui.
Sekarang membawa saya untuk bertanya, “Bagaimana mengetahui bahwa kita benar-benar tahu? Dan mengetahui bahwa kita benar-benar tidak tahu?”
Tentu saja, percaya diri adalah hal yang paling penting, self-esteem itu sangat mempunyai nilai. Sangat mudah untuk menolak Dunning-Kruger adalah mengenai ego, ego pun bahkan memiliki batasan. Penelitian Dunning-Kruger dapat diaplikasikan di segala komponen kehidupan.
Efek Dunning-Kruger adalah natural gender, tidak memandang laki-laki dan perempuan. Orang-orang Inggris percaya bahwa mereka dapat mengalahkan Serena Williams dalam permainan tenis. Kita berbicara Serena Williams yang menjadi petenis tunggal putri nomor satu dunia versi Women’s Tennis Association yang bahkan halaman kejuaraannya melebihi lembaran tulisan blog ini. NO JOKE.
Sementara itu, para ahli cenderung menyadari keluasan pengetahuan mereka. Namun, seringkali mereka berbuat kesalahan yang berbeda: Mereka beranggapan bahwa orang lain pun memiliki pengetahuan yang sama juga. Hasilnya, apakah orang itu tidak kompeten atau sangat terampil, kita sering terbelenggu pada persepsi diri yang tidak tepat.
Bagi yang tidak terampil, mereka tidak mampu dalam menginstrospeksi diri, sementara yang sangat kompeten, mereka tidak tahu betapa luar biasanya kemampuan yang dia miliki.
Pikiran kita seperti ditarik untuk belajar sedikit mengenai banyak hal, sedikit informasi membuat lemah pikiran kita, pikiran yang selalu membuat kita percaya diri bahwa kita tahu senyatanya tidak benar-benar tahu.
“Apakah efek Dunning-Kruger tak bisa dirasakan oleh yang mengalaminya? Lalu apa yang bisa kita lakukan agar mengetahui seberapa baik dalam melakukan berbagai hal?”
Meminta tanggapan dari orang lain tentang diri kita dan pertimbangkan hal itu, meskipun terdengar menyebalkan dan menyakitkan.
Mungkin kita sudah bosan mendengar tapi hal ini paling penting, teruslah berlatih dan belajar.
Semakin kita mencoba untuk mengetahui, semakin besar kemungkinan kita terbebas dari efek Dunning-Kruger
Teknik 80/20
Prinsip Vilfredo Pareto dikenal sebagai aturan 80-20, menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya. 80% output ekonomi dihasilkan oleh sekitar 20% dari perusahaan. Demikian pula di dalam perusahaan, 80% produktivitas berasal dari 20% pekerja. Kemudian dikenal sebagai aturan atau prinsip 80/20, teknik ini dapat berlaku hampir ke semua hal.
Menariknya terkadang dapat melampaui prinsip 80/20, ada pula prinsip 90/10 atau prinsip 99/1. Misalnya dalam musik, 1% dari akun lagu untuk 99% dari apa yang orang dengarkan. Olahraga, 1% atlet menghasilkan 99% uang. Penerbitan, 1% dari buku yang dibaca 99% waktu.
Memasuki bidang apa pun atau mengembangkan keahlian apa pun, cari tahu di mana 80/20 berada, “Apa 20% yang akan membuat 80% dari hasil?” Kita ambil contoh, 20% memasak menghasilkan 80% uang. 20% menjual menghabiskan 80% waktu.
20% seperti fundamental yang mendorong menuju ke hasil. Mengetahui informasi hanya 1% dapat menghasilkan 99% kesalahan. Pada awalnya berada di atas dengan berbicara, “betapa susahnya ternyata,” perlahan dengan latihan maka, “seperti itu. Jadi sekarang masuk akal.”
Sumber
Jurnal
Dunning, D. (2000). Unskilled and Unware of It: How Difficulties in Recognizing One's Own Incompetence Lead to Inflate Self-Assessments. Journal of Personality and Social Psychology, 1, 30-46.
Media
YouTube
Ted-Ed, Why incompetent people think they're amazing, https://www.youtube.com/watch?v=pOLmD_WVY-E
After Skool, The Dunning-Kruger Effect - Cognitive Bias - Why Incompetent People Think They Are Competent, https://www.youtube.com/watch?v=y50i1bI2uN4
Mark Manson, 3 Steps to Becoming Great at Anything, https://www.youtube.com/watch?v=XTkNe4RL6lw
コメント